Hukum ketenagakerjaan seperti Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan atau Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta peraturan turunan lainnya yang berkaitan dengan PHK seperti Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja telah mengatur PHK secara rinci. Tidak hanya aturan materilnya, tetapi juga aturan formil seperti tahapan PHK. Untuk itu, kita akan menggunakan peraturan-peraturan tersebut sebagai landasan kita dalam pembahasan tahapan PHK.
Terdapat tahapan-tahapan yang harus dilewati oleh pihak yang akan mengakhiri hubungan kerja. Kita akan bagi tahapan tersebut menjadi 4 bagian, yaitu tahap penentuan alasan PHK; tahap pemberitahuan PHK; tahap penerimaan PHK; dan tahap penunaian hak akibat PHK. Kali ini, kita akan ulas masing-masing tahap secara komprehensif sehingga pelaksanaan PHK dapat sesuai dengan praturan perundang-undangan.
1. Tahap Penentuan Alasan PHK
Tahap pertama yang merupakan tahapan paling penting dari tahapan PHK adalah tahap penentuan alasan PHK. Mengapa tahapan ini penting? Karena tahapan pertama ini akan berpengaruh terhadap tahapan akhir dari proses PHK yaitu tahapan penunaian hak akibat PHK. Selain itu, jika alasan PHK tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya, bukan tidak mungkin akan memunculkan perselisihan PHK. Maka dari itu, kita harus cermati dengan seksama alasan PHK yang akan kita gunakan dalam mengakhiri hubungan kerja.
Di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja juncto Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja telah menentukan alasan-alasan yang mungkin terjadi saat PHK. Kurang lebih terdapat 15 alasan PHK yang disebutkan oleh Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja Dan Waktu Istirahat, Dan Pemutusan Hubungan Kerja yang dapat dikembangkan lagi ke dalam 27 alasan PHK. Penjelasan masing-masing alasan akan dibahas pada artikel yang berbeda, namun bagi rekan sekalian yang ingin mengetahui pengembangan alasan PHK yang dimaksud dapat membaca Pasal 41 sampai dengan Pasal 57 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.
Masing-masing alasan PHK memiliki konsekuensi hak akibat PHK yang berbeda-beda serta mensyaratkan suatu kondisi tertentu yang harus disesuaikan dengan keadaan sebenarnya. Sehingga, pihak yang akan mengakhiri hubungan kerja harus terlebih dahulu menentukan alasan PHK yang dapat mewakili situasi dan kondisi yang dihadapi oleh para pihak saat ingin melakukan PHK.
2. Tahap Pemberitahuan PHK
Tahap kedua setelah kita menentukan alasan PHK adalah tahap pemberitahuan PHK. Tahap ini juga penting, mengingat peraturan ketenagakerjaan telah mengatur tata cara pemberitahuan PHK baik di dalam undang-undang maupun di dalam peraturan pemerintah. Pasal 37 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan pemutusan hubungan kerja menjelaskan pentingnya pemberitahuan phk dengan bunyi sebagai berikut:
“Dalam hal pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maksud dan alasan pemutusan hubungan kerja diberitahukan pengusaha kepada pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh di dalam perusahaan apabila pekerja/buruh yang bersangkutan merupakan anggota dari serikat pekerja/serikat buruh”
Dari pasal di atas, kita dapat mengetahui minimal substansi pemberitahuan yang harus ada di dalam pemberitahuan PHK, yaitu maksud dan alasan PHK. Namun tidak ada penjelasan terkait apakah pemberitahuan PHK harus dilakukan secara tertulis atau dapat dilakukan secara lisan. Tetapi, kami menyarankan agar pemberitahuan dilakukan secara tertulis guna menjadi dokumentasi dan arsip perusahaan yang dapat digunakan jika sewaktu-waktu terjadi perselisihan.
Selanjutnya kita harus juga mengetahui bahwa terdapat jangka waktu terkait pemberitahuan PHK. Pada Pasal 37 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja menyebutkan bahwa pemberitahuan dilaksanakan paling lama 14 hari sebelum terjadinya PHK. Artinya, pihak yang mengakhiri hubungan kerja perlu pula memerhatikan jangka waktu pemberitahuan PHK dilakukan agar PHK sesuai dengan peraturan perundang-undangan
3. Tahap Penerimaan PHK
Tahapan selanjutnya adalah tahap penerimaan PHK. Pada tahap ini kita akan melihat respons pihak yang ter-PHK. Apakah PHK diterima atau ditolak. Masing-masing respons memiliki tindak lanjut yang berbeda. Jika pihak yang ter-PHK menerima PHK, maka mereka tidak perlu membuat surat pernyataan apapun dan PHK diberitahukan kepada kementerian atau dinas tenaga kerja. Sedangkan jika PHK ditolak, maka pihak yang ter-PHK harus membuat surat penolakan paling lama 7 hari kerja sebelum PHK dan berlanjut pada perundingan bipartit sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
4. Tahap Penunaian Hak Akibat PHK
Tahapan terakhir adalah tahapan penunaian hak akibat PHK. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada tahap pertama bahwa hak akibat PHK disesuaikan besarannya tergantung dari alasan PHK. Ada beberapa jenis hak akibat PHK di dalam hukum ketenagakerjaan, yaitu:
- Uang ganti rugi (Pasal 62 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan);
- Uang kompensasi (Pasal 61A Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja);
- Uang Pesangon (Pasal 156 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja);
- Uang Penghargaan Masa Kerja (Pasal 156 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja); dan
- Uang Penggantian Hak (Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja).
Penentuan jenis hak akibat PHK digantungkan pada status hubungan kerja, masa kerja, dan alasan PHKnya. Tata cara penunaian atau pembayaran hak akibat PHK dilaksanakan sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama