Hubungan antara pekerja dengan pengusaha sangatlah dinamis. Ada saatnya para pihak merasakan senang dan ada saatnya para pihak berselisih. Pada saat berselisih inilah, tidak sedikit pekerja yang mendiamkan perselisihannya. Entah karena akibat posisi pekerja lebih lemah dari pada pengusaha atau karena minimnya pengetahuan mengenai perselisihan. Tidak sedikit pekerja yang bingung harus melakukan apa pada saat timbul perselisihan atau bingung harus bagaimana ketika ingin mengajukan langkah pertama dalam penyelesaian perselisihan, yaitu perundingan bipartit. Dampaknya adalah perselisihan tersebut dibiarkan begitu saja yang mengakibatkan kerugian bagi diri pekerja. Lalu apa yang harus dilakukan ketika berselisih? Dan bagaimana cara memulai penyelesaian melalui perundingan bipartit?
1. Pengertian Perundingan Bipartit
Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai cara memohonkan perundingan bipartit, ada baiknya jika kita memahami terlebih dahulu apa itu perundingan bipartit. Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial menjelaskan arti perundingan bipartit sebagai berikut:
“Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial”
Secara bahasa, pengertian perundingan bipartit adalah perundingan dua pihak (bi = dua, partie = pihak). Adapun yang dimaksud dua pihak dapat dimungkinkan antara pekerja dengan pengusaha atau serikat pekerja dengan pengusaha.
Prinsip yang digunakan di dalam perundingan bipartit adalah musyawarah mufakat. Para pihak yang berunding bertemu untuk berdiskusi, bernegosiasi, dan bersepakat untuk mencapai mufakat. Kesepakatan ini nantinya dituangkan di dalam perjanjian bersama yang didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial di wilayah pembuatan perjanjian bersama.
2. Cara Memohonkan Perundingan Bipartit
Setelah memahami pengertian perundingan bipartit, mari kita ulas bagaimana cara memohonkan perundingan bipartit. Langkah pertama yang harus kita lakukan sebelum memohonkan perundingan bipartit adalah mengidentifikasi perselisihan yang kita hadapi. Di dalam hubungan industrial terdapat 4 jenis perselisihan sebagaimana yang disebutkan pada Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yaitu:
- Perselisihan Hak;
- Perselisihan Kepentingan;
- Perselisihan PHK; atau
- Perselisihan Antar Serikat Pekerja Dalam Satu Perusahaan.
Setelah kita mengidentifikasi jenis perselisihan yang sedang kita hadapi, langkah selanjutnya adalah kita ajukan surat permohonan berunding bipartit kepada pengusaha. Adapun isi surat permohonan berunding bipartit memuat:
- Nama, alamat, dan tanggal surat;
- Jenis Perselisihan;
- Alasan Perselisihan;
- Tempat dan waktu berunding; dan
- Tanda tangan.
Perlu diingat bahwa dalam hal surat permohonan yang kita ajukan ke perusahaan tidak ditanggapi pengusaha, maka kita tidak dapat langsung mengajukan surat pengaduan atau permohonan mediasi ke dinas tenaga kerja, karena perundingan bipartit belum gagal. Perundingan dianggap gagal jika pengusaha menolak surat permohonan atau surat permohonan tidak ditanggapi oleh pengusaha selama 30 hari sebagaimana disebutkan Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
3. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Saat Berunding Bipartit
Banyak hal yang harus kita perhatikan saat melakukan permohonan berunding atau saat melakukan perundingan bipartit. Berikut sudah kami rangkum hal-hal apa saja yang harus diperhatikan saat melakukan perundingan bipartite:
- Tentukan jenis perselisihan secara tepat sesuai dengan masalah yang sedang dihadapi;
- Dalam hal surat permohonan bipartit tidak ditanggapi dalam waktu 14 hari, maka pekerja jangan menunggu waktu sampai 30 hari, melainkan pekerja harus ambil tindakan untuk mengirimkan surat permohonan bipartit kedua. Alasannya agar kuat dasar perundingan bipartit gagal, karena pekerja sudah dua kali mengirimkan surat permohonan berunding dalam jangka waktu 30 hari;
- Saat berunding pastikan para pihak membuat daftar hadir sebagai bukti terjadinya perundingan;
- Tuangkan hasil-hasil perundingan pada setiap pertemuan di dalam risalah;
- Hindari kata “tidak sepakat” di dalam risalah, jika masih ingin berunding;
- Dalam hal terjadi kesepakatan dan mufakat, segera tuangkan kesepakatan tersebut di dalam perjanjian bersama dan daftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial;
- Jika terjadi ketidaksepakatan atau deadlock, maka segera mohonkan perselisihan pada tingkat mediasi.