Hak Pekerja Usaha Mikro dan Usaha Kecil Pasca PHK

Usaha pemerintah dalam memperluas lapangan pekerjaan menghasilkan hasil. Bertumbuhnya usaha mikro dan usaha kecil di Indonesia merupakan salah satu impian pemerintah dalam memperluas lapangan pekerjaan. Baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah berbondong-bondong mendorong berkembangnya usaha mikro dan usaha kecil di Indonesia. Baik dengan pelatihan, seminar, bazar, atau kegiatan lainnya seperti pengaturan regulasi.

Berkembangnya usaha mikro dan usaha kecil tentunya menimbulkan pekerjaan rumah baru bagi pemerintah. Isu perlindungan hak tenaga kerja yang bekerja pada usaha mikro dan usaha kecil menjadi tantangan besar bagi pemerintah. Dalam bidang ketenagakerjaan sendiri, pemerintah telah memediasikan kepentingan pengusaha dengan kesejahteraan pekerja. Salah satu contohnya adalah pengecualian pemberian upah berdasarkan upah minimum pada usaha mikro dan usaha kecil pada Pasal 90B Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Hal ini dilakukan sebab profit atau pendapatan usaha mikro dan kecil tidak sebesar usaha besar dan menengah, sehingga harus dilakukan penyesuaian pembayaran upah pekerja. Lalu berapa besaran upah pekerja usaha mikro dan usaha kecil?

Pembayaran upah pekerja pada usaha mikro dan usaha kecil didasarkan pada sebuah kesepakatan. Hal ini sesuai dengan apa yang disebutkan pada Pasal 90B ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang berbunyi:

“Upah pada Usaha Mikro dan Kecil ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh di perusahaan.”

Namun dijelaskan pada ayat selanjutnya bahwa kesepakatan yang dimaksud ayat di atas harus memenuhi ketentuan khusus. Untuk melihat ketentuan yang dimaksud mari kita lihat Pasal 36 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang berbunyi:

“Upah pada usaha mikro dan usaha kecil ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Pengusaha dengan Pekerja/Buruh di Perusahaan dengan ketentuan:

  • paling sedikit sebesar 50% (lima puluh persen) dari rata-rata konsumsi masyarakat di tingkat provinsi; dan
  • nilai Upah yang disepakati paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) di atas garis kemiskinan di tingkat provinsi.”

Data rata-rata konsumsi atau garis kemiskinan didapatkan dari Badan Pusat Statistik Indonesia. Lalu apa saja hak pekerja yang bekerja di usaha mikro dan usaha kecil setelah diputus hubungan kerjanya (PHK)?

Hak Pekerja Pada Usaha Mikro dan Usaha Kecil Pasca PHK

Dilansir dari website databoks.katadata.com menyatakan bahwa Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) mencatat, tenaga kerja UMKM sebanyak 119,6 juta orang pada 2019. Jumlah tersebut meningkat 2,21% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak 117 juta orang. Jumlah tersebut pun setara dengan 96,92% dari total tenaga kerja di Indonesia. Sebanyak 3,08% sisanya berasal dari usaha besar. Artinya tenaga kerja yang terserap pada usaha mikro dan kecil akan terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya.

Banyak dari pekerja usaha mikro dan kecil yang mempertanyakan hak mereka setelah PHK. Padahal peraturan perundang-undangan sendiri sudah mengatur pemberian hak pasca PHK kepada pekerja pada usaha mikro dan usaha kecil. Bagi pekerja usaha mikro dan usaha kecil yang memiliki status hubungan kerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), hak pasca yang didapat sama dengan pekerja lainnya, yaitu pemberian kompensasi. Hanya saja besarannya tidak sama dengan pekerja pada usaha menengah dan besar. Besaran pemberian kompensasi didasarkan pada kesepakatan para pihak sebagaimana yang disebutkan pada Pasal 16 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang PKWT, Alih Daya, WKWI, dan PHK (PP35/2021) yang berbunyi:

“Besaran uang kompensasi untuk Pekerja/Buruh pada usaha mikro dan usaha kecil diberikan berdasarkan kesepakatan antara Pengusaha dan Pekerja/Buruh.”

Sedangkan pekerja dengan hubungan kerja PKWTT atau pekerja tetap pada usaha mikro dan kecil mendapatkan pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan/atau uang pisah dengan besaran yang juga disepakati oleh para pihak. Hal ini diatur di dalam Pasal 59 PP35/2021 yang berbunyi:

“Pengusaha pada usaha mikro dan usaha kecil wajib membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, dan/atau uang pisah bagi Pekerja/Buruh yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja dengan besaran ditentukan berdasarkan kesepakatan antara Pengusaha pada usaha mikro dan usaha kecil dengan Pekerja/Buruh.”

Pertanyaan berikutnya adalah berapa minimal besaran kompensasi, pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan/atau uang pisah yang dimaksud dua ayat di atas? 

Besaran Kesepakatan Kompensasi, Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja, dan/atau Uang Pisah Pekerja Usaha Mikro dan Kecil

Peraturan perundang-undangan sendiri tidak membuat batas minimal besaran kesepakatan dalam pemberian kompensasi, pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan/atau uang pisah. Namun, pengusaha dan pekerja pada usaha mikro dan usaha kecil dapat menggunakan sebuah prinsip pengupahan. Prinsip yang dimaksud yaitu pembayaran sebuah imbalan dengan besaran yang mampu dibayarkan oleh pengusaha dan dapat diterima oleh pekerja. Maksudnya, besaran pemberian kompensasi, pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan/atau uang pisah didasarkan pada kemampuan perusahaan yang besarannya dapat diterima oleh pekerja.

Pemberian kompensasi, pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan/atau uang pisah juga dapat mengacu pada perhitungan sebagaimana yang diatur oleh undang-undang. Sebagaimana yang sudah dibahas sebelumnya bahwa upah pekerja pada usaha mikro dan usaha kecil tidak sebesar pekerja pada usaha besar dan menengah, sehingga dalam hal pembayaran kompensasi, pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan/atau uang pisah didasarkan pada rumusan yang telah diatur di dalam peraturan perundang-undangan maka totalnya tidak akan sebesar kompensasi, pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan/atau uang pisah pada umumnya.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp