Memahami Perbedaan Perselisihan Hak & Perselisihan Kepentingan

Dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial, salah satu langkah awal yang harus dilakukan oleh para pihak adalah menentukan objek perselisihan. Pada proses ini, tidak sedikit pihak yang kebingungan ketika harus membedakan perselisihan hak dengan perselisihan kepentingan. Kesalahan dalam menentukan objek perselisihan akan berdampak pada proses-proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial selanjutnya. Untuk menghidari kesalahan tersebut, kali ini kita akan membahas perselisihan hak dan perselisihan kepentingan serta bagaimana perbedaan antara keduanya.

1. Perselisihan Hak

Perselisihan hubungan industrial yang pertama akan kita bahas adalah perselisihan hak. Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial mengartikan perselisihan hak sebagai berikut:

“Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama”

Setelah mengetahui pengertian di atas, selanjutnya kita harus memahami apa yang dimaksud dengan hak. Agar lebih sederhana, kita akan melihat pengertian hak secara bahasa melalui KBBI. Menurut KBBI, yang dimaksud dengan hak adalah tentang suatu yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dan sebagainya). Pengertian hak sebagaimana dijelaskan oleh KBBI sejalan dengan yang dimaksudkan oleh pengertian perselisihan hak pada perselisihan hubungan industrial. Sesuatu dapat dikatakan hak yang dapat menjadi kepunyaan, kepemilikan, kewenangan atau kekuasaan jika sudah diatur di dalam undang-undang, peraturan, atau perjanjian lainnya.

Selanjutnya kita perlu mamahami kata “pelaksanaan” di dalam pengertian perselisihan hak. Kata “pelaksanaan” mengisyaratkan bahwa hal-hal yang menjadi kepunyaan, kepemilikan, kewenangan, atau kekuasaan tersebut harus sudah tertuang di dalam undang-undang, peraturan, atau perjanjian. Perselisihan hak akan timbul jika implementasi dari kepunyaan, kepemilikan, kewenangan, atau kekuasaan tidak berjalan dengan semestinya sebagaimana diatur di dalam undang-undang, peraturan atau perjanjian. Agar lebih mudah memahami maksud dari  kata “pelaksanaan” dari perselisihan hak dapat dibuat permisalan sebagai berikut: jika di dalam perjanjian kerja menyebutkan upah pekerja sebesar Rp. 4.950.000 namun ketika diimplementasikan pengusaha hanya memberikan upah pekerja sebesar Rp. 4.000.000, maka terjadi  ketidaksesuaian antara hak yang diperjanjikan dengan implementasinya.

Berikutnya, kita juga perlu memahami kata “penafsiran” di dalam pengertian perselisihan hak. Penafsiran secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu proses dalam mengartikan atau mendefinisikan sesuatu. Perbedaan pengertian atau pendefinisian di dalam menjelaskan hak yang tertuang di dalam undang-undang, peraturan, atau perjanjian juga merupakan suatu perselisihan hak. Misalnya di dalam Perjanjian Kerja Bersama menyebutkan kata “satu bulan” untuk menyatakan suatu periode tertentu. Jika pengusaha mengartikan satu bulan sebagai bulan pada periode pengupahan yaitu (misal) tanggal 25 bulan sebelum sampai tanggal 25 bulan selanjutnya, sedangkan pekerja mengartikan satu bulan sama dengan bulan pada kalender yaitu tanggal 1 bulan sebelum sampai tanggal 1 bulan selanjutnya, maka disanalah dapat dikatakan timbul perselisihan hak akibat dari perbedaan penafsiran.

2. Perselisihan Kepentingan

Selanjutnya kita beralih ke perselisihan hubungan industrial yang berikutnya yaitu perselisihan kepentingan. Berdasakan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial menjelaskan pengertian perselisihan kepentingan sebagai berikut:

Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesesuaian pendapat mengenai pembuatan dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama

Dari pengertian di atas dapat kita pahami bahwa perselisihan kepentingan hanya dimungkikan pada dua kondisi saja yaitu pada saat pembuatan atau perubahan syarat-syarat kerja di dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Perlu kita pahami bersama bahwa perselisihan kepentingan ini timbul sebelum suatu peraturan atau perjanjian ditetapkan, yaitu pada saat proses perundingab atau negosiasi di dalam pembuatan atau perubahan syarat kerja, bukan ketika peraturan atau perjanjian itu sudah ditetapkan atau sudah berlaku. Sederhananya dapat kita contohkan pada saat perundingan perjanjian kerja antara pekerja dengan perusahaan, keduanya tidak memiliki kesesuaian paham pada jumlah upah. Pengusaha ingin memberikan upah kepada pekerja sebesar Rp. 3.500.000 sedangkan pekerja meminta jumlahnya dinaikan sebesar Rp. 4.000.000. Perhatikan, bahwa jumlah upah yang dimaksud belum ditunaikan oleh masing-masing pihak, melainkan masih dirundingkan dan dinegosiasikan sebelum perjanjian kerja ditandatangani.

3. Perbedaan Antara Perselisihan Hak dengan Perselisihan Kepentingan

Dari pengertian yang sudah kita pahami bersama baik perselisihan hak maupun perselisihan kepentingan, maka dapat kita simpulkan bahwa perbedaan antara keduanya terdapat pada waktu atau masa. Perselisihan hak terjadi ketika hak yang tertuang di dalam undang-undang, peraturan, atau perjanjian sudah ditetapkan dan diberlaku, sedangkan perselisihan kepentingan terjadi sebelum syarat kerja di dalam peraturan atau perjanjian ditetapkan dan masih dalam proses negosiasi atau perundingan. Selain itu perbedaan antara dua perselisihan tersebut terdapat pada kondisi. Pada perselisihan hak, kondisi yang mensyaratkan timbulnya perselisihan adalah adanya ketidaksesuaian pelaksanaan dan penafsiran hak, sedangkan pada perselisihan kepentingan terjadi pada kondisi ketidaksesuaian paham saat pembuatan atau perubahan syarat kerja pada peraturan atau perjanjian.

Perbedaan-perbedaan tersebut harus dicermati oleh pekerja maupun pengusaha, sehingga tidak terjadi kesalahan dan kekeliruan ketika menentukan objek perselisihan. Tidak sedikit pihak-pihak yang salah melakukan penentuan objek perselisihan. Mungkin pada tingkat bipartit dan tripartite tidak akan mengalami masalah. Namun ketika perselisihan dilanjutkan pada tingkat litigasi di PHI baru akan menemukan permasalahan. Akibat yang dapat terjadi jika kesalahan penentuan objek perselisihan ini berlangsung di PHI adalah penolakan gugatan karena gugatan kabur/tidak jelas (obscuur lible), sehingga para pihak harus berhati-hati saat menentukan objek perselisihan hubungan industrial.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp