Magang atau internship merupakan salah satu istilah populer yang biasa digunakan oleh perusahaan, pekerja, dan pencari kerja khususnya para fresh graduate. Sebab dengan program magang para fresh graduate dapat meningkatkan kompetensi, pengetahuan, dan pengalaman bekerja. Lalu, apa itu magang dan bagaimana hukum normatif magang di Indonesia?
Selama sekitar 13 tahun perusahaan-perusahaan di Indonesia melaksanakan magang dengan dasar aturan Pasal 21 sampai Pasal 29 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sampai akhirnya keluarlah Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 36 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemagangan Di Dalam Negeri yang telah diperbarui dengan Permenaker Nomor 6 tahun 2020 tentang Penyelengaraan Pemagangan Di Dalam Negeri yang diundangkan pada tanggal 9 April 2020.
Definisi dari magang telah dijelaskan di dalam Pasal 1 ayat (1) Permenaker Nomor 6 Tahun 2020 Penyelengaraan Pemagangan Di Dalam Negeri yang berbunyi:
“Pemagangan adalah bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja yang berkompetensi dalam proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu”
Perusahaan yang menyelenggarakan program pemagangan di perusahaannya hanya dapat menerima peserta magang paling banyak 20% dari jumlah pekerja di perusahaan. Jadi perusahaan tidak bisa menerima peserta magang sebanyak-banyaknya di perusahaan.
Terdapat 4 syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah perusahaan yang ingin membuka program magang di perusahaannya, yaitu harus memiliki:
- Unit pelatihan;
- Program Pemagangan;
- Sarana dan Prasarana; serta
- Instruktur atau pembimbing magang.
Jika perusahaan tidak memiliki unit pelatihan sendiri di perusahaannya, maka perusahaan yang ingin membuka program pemagangan dapat bekerja sama dengan unit pelatihan dari perusahaan lain atau dengan Lembaga Pelatihan Kerja negeri ataupun swasta. Nah, unit pelatihan tersebut sekurang-kurangnya harus memiliki susunan kepengurusan, pembimbing atau instruktur magang, dan ruangan untuk pelatihan teori maupun praktik.
Program pemagangan harus disusun dengan mengacu pada 3 standar kompetensi, yaitu Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), Standar Kompetensi Kerja Khusus, dan/atau Standar Kompetensi Kerja Internasional. Selain itu, program pemagangan haruslah memuat Nama program, tujuan program, kompetensi yang akan dicapai, jangka waktu, persyaratan peserta, persyaratan pembimbing atau instruktur, dan kurikulum serta silabus. Jadi, harus benar-benar terpadu, sistematis, dan terstruktur.
Penyusunan kurikulum dan silabus juga diatur di dalam Permenaker Nomor 6 tahun 2020 tentang Penyelengaraan Pemagangan Di Dalam Negeri. Di dalam penyusunan kurikulum dan silabus, para penyusun harus mengatur 10% sampai 25% untuk penyampaian teori dan simulasi, sedangkan 75% sampai 90% ditujukan untuk praktik kerja di unit produksi milik perusahaan. Penyelenggara magang juga harus memerhatikan jangka waktu program pemagangan, dimana jangka waktu magang yang diperbolehkan adalah paling lama 1 tahun. Terdapat perbedaan ketentuan jangka waktu magang antara Permenaker 6/2020 dengan Permenaker 36/2016, yaitu tidak lagi diatur ketentuan khusus untuk kualifikasi tertentu yang dapat melebihi jangka waktu 1 tahun. Hal tersebut tentunya menjadi suatu kepastian hukum bagi peserta magang dan penyelenggara pemagangan.
Setelah kurikulum dan silabus, selanjutnya penyelenggara magang juga perlu memerhatikan sarana dan prasarana. Untuk dapat melaksanakan program pemagangan, perusahaan harus memiliki sarana dan prasarana berupa ruangan teori dan praktik simulasi, ruang untuk praktik kerja, kelengkapan K3, dan buku atau jurnal kegiatan peserta magang. Lalu, pembimbing atau instruktur magang juga wajib memenuhi syarat sebagai berikut:
- Merupakan pekerja di Penyelenggara Pemagangan paling singkat 6 (enam) bulan;
- Sehat jasmani dan rohani;
- Memiliki kompetensi teknis dalam jabatan yang sesuai dengan program Pemagangan;
- Memiliki kompetensi metodologi pelatihan kerja;
- Ditunjuk sebagai Pembimbing Pemagangan oleh manajer personalia atau di atasnya, dibuktikan dengan surat penunjukan; dan
- Memahami peraturan Pemagangan.
Hanya terdapat 2 kategori untuk menjadi peserta magang, yaitu para pencari kerja, atau para pekerja yang ingin ditingkatkan kompetensinya. Selanjutnya peserta magang haruslah telah berumur 17 tahun dan berstatus sebagai pencari kerja, sehat jasmani dan rohani, dan lulus seleksi dari proses penyeleksian yang telah ditetapkan oleh penyelenggara magang. Penyelenggara magang juga dilarang mengikutsertakan peserta magang pada program magang, jabatan, atau kualifikasi kompetensi yang sama.
Hubungan antara penyelenggara program magang dengan peserta magang wajib hukumnya diikat dengan Perjanjian Magang, yang sekurang-kurangnya memuat:
- Hak dan kewajiban peserta Pemagangan;
- Hak dan kewajiban Penyelenggara Pemagangan;
- Program Pemagangan;
- Jangka waktu Pemagangan; dan
- Besaran uang saku.
Hubungan pemagangan yang tidak didasarkan pada perjanjian magang, maka demi hukum status peserta magang berubah menjadi pekerja di perusahaan. Hal tersebut senada dengan Pasal 22 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juncto Pasal 10 ayat (3) Permenaker Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Pemagangan Di Dalam Negeri yang berbunyi:
“Pemagangan yang diselenggarakan tidak melalui perjanjian pemagangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dianggap tidak sah dan status peserta berubah menjadi pekerja/buruh perusahaan yang bersangkutan”
Dengan demikian, penyelenggara magang harus benar-benar memperhatikan dan melaksanakan ketentuan perjanjian magang ini dengan baik. Perjanjian Magang yang telah dibuat oleh penyelenggara magang dengan peserta magang selanjutnya disahkan oleh Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten/Kota setempat dengan melampirkan program pemagangan yang akan dilaksanakan.
Peserta magang yang telah diterima di perusahaan penyelenggara magang memiliki hak-hak sebagai berikut:
- Memperoleh bimbingan dari Pembimbing Pemagangan atau instruktur;
- Memperoleh pemenuhan hak sesuai dengan Perjanjian Pemagangan;
- Memperoleh fasilitas keselamatan dan Kesehatan kerja selama mengikuti Pemagangan;
- Memperoleh uang saku;
- Diikutsertakan dalam program jaminan sosial; dan
- Memperoleh sertifikat Pemagangan atau surat keterangan telah mengikuti Pemagangan.
Perlu diingat bagi peserta magang penghasilan yang diterima bukanlah upah, melainkan uang saku yang terdiri dari uang makan, uang transport, dan juga insentif. Sehingga peserta magang tidak memiliki hak menuntut upah minimum, mengingat hubungan antara peserta magang dengan penyelenggara magang juga bukanlah hubungan kerja melainkan hubungan pemagangan.
Banyak perusahaan yang telah membuka program magang, namun hanya sedikit perusahaan yang menjadi penyelenggara magang sesuai dengan ketentuan pemerintah. Niat baik dalam memanfaatkan limpahan demografi haruslah pula diiringi dengan pemenuhan kewajiban dalam memenuhi ketentuan yang berlaku demi menjaga kepastian hukum dan kesejahteraan peserta magang. Pasalnya, tidak sedikit perusahaan yang ingin membuka program magang, namun low budget. Sehingga berujung pada magang tidak berbayar (unpaid internship).
Edukasi masyarakat terkait pemagangan juga harus ditingkatkan. Sebab jika ditilik lebih dalam dapat diketahui bahwa kebanyakan masyarakat masih tidak dapat membedakan antara program magang dengan praktik kerja lapangan. Meskipun konsentrasi kedua program tersebut sama-sama berfokus pada pelatihan kerja, namun keduanya tidaklah sama. Sehingga perlu ada sosialisasi yang masif dan komprehensif terkait program pemagangan ini. Sehingga visi untuk menciptakan tenaga kerja yang berkompetensi dan kompetitif dapat terwujud.
Peranan pemerintah juga sangat penting. Mengingat banyak perusahaan yang belum mengikuti ketentuan pemagangan yang salah satu penyebabnya adalah karena kurangnya pengawasan dari pemerintah. Terdapat dua kemungkinan yang terjadi mengapa perusahaan belum memenuhi ketentuan pemagangan. Yang pertama adalah mereka sudah tahu namun tidak melaksanakan, dimana pernan pemerintah atas kemungkinan ini adalah mengetatkan pengawasan dan yang kedua adalah mereka tidak tahu sehingga mereka belum menerapkan ketentuannya. Dalam hal pengusaha belum mengetahui ketentuan magang, maka peran pemerintah adalah memberikan edukasi dan sosialisasi kepada perusahaan. Sehingga cita-cita untuk menciptakan program pemagangan yang sistematis dan terpadu dapat tercipta.