Salah satu capaian dalam meningkatkan produktivitas di perusahaan adalah dengan cara melakukan efisiensi. Ketepatan dalam meminimalisasi masukan (input) dengan pemaksimalan keluaran (output) yang didapatkan menjadi sebuah goal utama perencanaan operasional perusahaan. Namun, banyak faktor lain di luar perencanaan yang tidak diperhitungkan. Akibatnya perencanaan yang telah dibuat tersebut harus diperhitungkan kembali (recount) untuk menstabilkan operasional di dalam perusahaan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang dimaksud dengan efisiensi adalah ketepatan cara dalam bentuk usaha atau kerja untuk menjalankan sesuatu dengan tidak membuang waktu, tenaga, atau biaya berlebih. Dengan efisiensi perusahaan akan mendapatkan untung sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya. Caroline Banton dalam artikelnya pada Investopedia.com mendefinisikan efisiensi sebagai berikut:
“The term efficiency can be defined as the ability to achieve an end goal with little to no waste, effort, or energy. Being efficient means you can achieve your results by putting the resources you have in the best way possible. Put simply, something is efficient if nothing is wasted and all processes are optimized. This includes the use of money, human capital, production equipment, and energy sources.”
Yang artinya efisiensi dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk mencapai tujuan akhir dengan sedikit atau tanpa pemborosan, usaha, atau energi. Menjadi efisien artinya dapat mencapai hasil dari sumber daya yang dimiliki dengan cara terbaik. Sederhananya, sesuatu dikatakan efisien jika tidak ada yang terbuang dan semua proses dioptimalkan. Termasuk penggunaan uang/modal, sumber daya manusia, peralatan produksi, dan sumber energi.
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mencapai efisiensi adalah dengan melakukan penyederhanaan sistem, meminimalisasi sumber daya, menciptakan kemudahan proses kerja dan lain sebagainya. Adapun manfaat dari efisiensi yang dapat diperoleh perusahaan adalah sebagai berikut:
- Penghematan sumber daya dalam proses produksi;
- Memaksimalkan penggunaan sumber daya yang dimiliki;
- Mencapai hasil (output) sesuai dengan rencana;
- Menciptakan hasil yang sebesar-besarnya; dan
- Meningkatkan produktivitas perusahaan, departemen/unit kerja, dan pekerja;
Dalam pembahasan kali ini akan lebih berfokus pada efisiensi sumber daya manusia utamanya dalam proses pemutusan hubungan kerja (PHK). Terdapat dua jenis alasan PHK karena efisiensi, yaitu efisiensi disertai kerugian dan efisiensi untuk mencegah kerugian. Bagaimana perbedaannya? Simak ulasannya berikut ini.
Efisiensi Disertai Kerugian
Dalam proses bisnis tentunya terdapat dinamika bisnis. Ada kalanya perusahaan mengalami keuntungan atau kerugian. Pada saat perusahaan mengalami kerugian, perusahaan dapat melakukan tindakan efisiensi utamanya terhadap sumber daya manusia. Banyak cara yang wajib dilakukan oleh manajemen dalam melakukan efisiensi sumber daya manusia sebelum melakukan pemutusan hubungan kerja sebagaimana yang termuat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi pada Putusan Nomor 19/PUU-IX/2011, yaitu dengan cara:
- Mengurangi fasilitas atau upah pada tingkat manajerial;
- Mengurangi Shift;
- Mengurangi jam kerja atau hari kerja
- Mengurangi lembur pekerja;
- Merumahkan pekerja untuk sementara secara bergantian;
- Tidak memperpanjang PKWT; dan sebagainya.
Jika seluruh usaha pencegahan pemutusan hubungan kerja telah dilakukan oleh manajemen dan masih terjadi kerugian, maka perusahaan dapat melakukan PHK dengan memberitahukan maksud dan alasannya kepada pekerja terlebih dahulu, sebagaimana yang dijelaskan Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2021 tentang PKWT, Alih Daya, WKWI, dan PHK yang berbunyi:
“Dalam hal Pemutusan Hubungan Kerja tidak dapat dihindari, maksud dan alasan Pemutusan Hubungan Kerja diberitahukan oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh dan/atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh di dalam Perusahaan apabila Pekerja/Buruh yang bersangkutan merupakan anggota dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh.”
Adanya efisiensi akibat kerugian perusahaan harus disertai dengan audit. Terdapat perbedaan ketentuan audit pada Pasal 164 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan Penjelasan Pasal 43 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2021 tentang PKWT, Alih Daya, WKWI, dan PHK, yaitu pada undang-undang ketenagakerjaan, audit yang membuktikan adanya kerugian adalah audit publik, sedangkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2021 mengatur ketentuan audit dapat dilakukan oleh audit internal ataupun eksternal. Sehingga pembuktian kerugian tidak lagi harus dilakukan oleh audit publik/eksternal melainkan dapat dilakukan oleh audit internal perusahaan.
Bagi perusahaan yang melakukan PHK dengan alasan efisiensi disertai dengan kerugian, maka wajib membayarkan kompensasi PHK berupa:
- Uang pesangon sebesar 0,5 (nol koma lima) kali ketentuan pesangon;
- Uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan uang penghargaan masa kerja; dan
- Uang penggantian hak.
Efisiensi Mencegah Kerugian
Satu jenis efisiensi dalam alasan PHK lainnya adalah efisiensi untuk mencegah kerugian. Berbeda dengan efisiensi disertai kerugian, efisiensi mencegah kerugian merupakan tindakan yang diambil oleh manajemen sebelum terjadinya kerugian dengan cara mengurangi labour cost. Dalam Penjelasan Pasal 43 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang PKWT, Alih Daya, WKWI, dan PHK memberikan ciri-ciri efisiensi untuk mencegah kerugian sebagai berikut:
“Efisiensi untuk mencegah terjadinya kerugian ditandai dengan antara lain adanya potensi penurunan produktivitas Perusahaan atau penurunan laba yang berdampak pada operasional Perusahaan.”
Adapun potensi penurunan produktivitas perusahaan atau penurunan laba ini dapat diketahui melalui laporan dan/atau evaluasi periodik dari departemen terkait. Dari hasil laporan dan/atau evaluasi periodik inilah manajemen dapat mengetahui adanya potensi-potensi penurunan produktivitas ataupun laba perusahaan.
Sama seperti efisiensi disertai kerugian, pelaksanaan efisiensi untuk mencegah kerugian juga harus disertai dengan langkah-langkah pencegahan PHK terlebih dahulu. Sebab pencegahan PHK ini merupakan suatu kewajiban bagi perusahaan karena pada dasarnya PHK harus dihindari, sebagaimana yang dijelaskan Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang PKWT, Alih Daya, WKWI, dan PHK yang berbunyi:
“Pengusaha, Pekerja/Buruh, Serikat Pekerja/Serikat Buruh, dan Pemerintah harus mengupayakan agar tidak terjadi Pemutusan Hubungan Kerja.”
Bunyi pasal tersebut sebenarnya merupakan salah satu amanah dari Bagian Umum Penjelasan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta yang telah dicabut oleh Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menjelaskan bahwa “Bagi kaum buruh putusnya hubungan kerja berarti permulaan masa pengangguran dengan segala akibatnya, sehingga untuk menjamin kepastian dan ketenteraman hidup kaum buruh seharusnya tidak ada pemutusan hubungan kerja.”
Sebagaimana yang diketahui bersama, bahwa terdapat beberapa kondisi yang akhirnya membuat PHK tidak dapat dihindari. Dalam hal manajemen telah melakukan seluruh usaha pencegahan PHK namun PHK karena efisiensi untuk mencegah kerugian tidak dapat dihindari maka pengusaha wajib membayarkan kompensasi akibat PHK sebagai berikut:
- uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan pesangon
- uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan uang penghargaan masa kerja; dan
- uang penggantian hak.
Demikian penjelasan mengenai dua jenis efisiensi dalam alasan PHK. Semoga dengan memahami ketentuan dari dua jenis alasan PHK karena efisiensi ini dapat mengurangi kesalahpahaman dalam menentukan alasan PHK. Sehingga perselisihan PHK yang berkaitan dengan efisiensi dapat diminimalisasi.