Dilansir dari beberapa media, perusahaan penyedia katering pada salah satu maskapai di bawah naungan BUMN dikabarkan melakukan PHK kepada 152 karyawan. Serikat pekerja pada perusahaan katering tersebut melakukan advokasi kepada anggotanya atas dasar PHK yang dilakukan oleh perusahaan. Salah satu statement yang dikeluarkan oleh ketua serikat pekerja tersebut mengatakan bahwa PHK yang dilakukan oleh perusahaan merupakan PHK sepihak dan PHK tersebut belum disepakati oleh serikat pekerja. Melihat kasus tersebut membuat isu PHK sepihak mencuat kembali dan hangat untuk dibahas.
Pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak merupakan salah satu isu tenaga kerja yang selalu menjadi bahan diskusi menarik untuk diulas. Isu inipun acap kali menjadi bahasan yang dianggap tabu oleh stakeholder di perusahaan. Namun tidak sedikit pula perusahaan yang memanfaatkan celah hukum untuk dapat menjustifikasi pelaksanaan PHK sepihak ini.
Sebagai organisasi yang mengadvokasi anggotanya, serikat pekerja tentunya harus hadir untuk mendampingi dan memberikan pembelaan jika terdapat anggotanya yang di-PHK secara sepihak oleh perusahaan. Lalu timbul pertanyaan, apakah PHK sepihak legal dilakukan? Siapa yang dimaksud dengan “pihak” dalam PHK sepihak? dan sejauh mana peran serikat pekerja dalam melakukan advokasi saat terjadi PHK sepihak? Mari kita ulas dan kupas tuntas persoalan mengenai PHK sepihak ini.
Apakah PHK sepihak legal dilakukan?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan PHK sepihak. PHK sepihak adalah pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak tanpa melalui tata cara PHK yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan atau penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Pihak yang dimaksud dalam konteks ini adalah para pihak yang berada dalam lingkup hubungan kerja, yaitu pengusaha dan pekerja sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 ayat (15) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Dalam hal pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maksud dan alasan pemutusan hubungan kerja diberitahukan oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh dan/atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh di dalam perusahaan apabila Pekerja/Buruh yang bersangkutan merupakan anggota dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh”
Jika kita artikan bahwa PHK sepihak sesuai dengan pengertian di atas, maka pelaksanaan PHK sepihak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Misal terkait tata cara PHK yang diatur di dalam BAB V Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021. Contohnya, jika pengusaha tidak memberikan surat pemberitahuan terlebih dahulu kepada pekerja dan langsung mengeluarkan surat keputusan PHK, maka hal ini bertentangan dengan Pasal 37 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021, yang berbunyi;
Selain itu, oleh karena hubungan kerja yang terjadi dituangkan kedalam perjanjian kerja yang pada dasarnya merupakan kesepakatan para pihak, maka pengakhiran perjanjian kerja inipun harus didasarkan oleh kesepakatan para pihak pula. Dasar dari argumentasi ini adalah Pasal 1338 KUHPerdata yang pada pokoknya menyatakan bahwa perjanjian tidak dapat ditarik kembali tanpa adanya persetujuan dari para pihak atau alasan lain yang diatur oleh undang-undang. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa pelaksanaan PHK sepihak merupakan perbuatan illegal yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Siapa Yang Dimaksud Dengan “Pihak”?
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, bahwa yang dimaksud dengan pihak adalah para pihak di dalam hubungan kerja, yaitu perusahaan dan pekerja. Pembenaran akan para pihak dapat melakukan PHK sepihak dapat kita temukan secara tersirat pada Pasal 62 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 yang singkatnya menyebutkan kalimat “apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja…”. Kata salah satu pihak merujuk pada pengusaha atau pekerja. Artinya PHK sepihak dapat dilakukan salah satu pihak. Namun pada praktiknya memang pelaksanaan PHK sepihak ini lebih banyak dilakukan oleh perusahaan ketimbang pekerja.
Kasus PHK sepihak yang dilakukan oleh pekerja lazimnya terjadi pada pekerja yang status hubungan kerjanya PKWT dengan cara melakukan pengunduran diri tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada perusahaan. Pekerja yang mengundurkan diri tanpa pemberitahuan atau memberikan pemberitahuan kurang dari batas waktu yang ditetapkan undang-undang atau peraturan perusahaan dapat pula kita sebut sebagai PHK sepihak karena prosesnya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Tindakan Apa Yang Bisa Dilakukan Oleh Pihak Yang Dirugikan?
Setelah kita mengetahui bahwa baik pengusaha ataupun pekerja dapat melakukan PHK sepihak, maka pertanyaan yang selanjutnya muncul adalah apa yang bisa dilakukan oleh pihak yang telah dirugikan dengan adanya PHK sepihak ini. Secara general pihak-pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan permohonan perundingan bipartit kepada pihak lainnya. Penyelesaian perselisihan akibat PHK sepihak ini dapat diadakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 yaitu melalui bipartit, Mediasi/Konsiliasi/Arbitrase, sampai ke tingkat PHI dan MA.
Selain itu, akibat dari PHK sepihak ini adalah timbulnya hak ganti rugi sebagaimana dijelaskan pada Pasal 62 Undang-Undang 13 Tahun 2003 yang berbunyi:
“Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan dalam pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayarkan ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya perjanjian kerja”
Pasal ini umumnya digunakan kepada pekerja dengan status PKWT karena besaran ganti rugi disandarkan pada sisa masa kerja. Namun dengan demikian pasal ini juga dapat berlaku pada pekerja PKWTT dengan catatan besaran atas, ganti rugi diatur di dalam PP, PKB atau PK.
Khusus untuk pekerja yang menjadi anggota serikat pekerja, maka dapat mengajukan permohonan advokasi kepada serikat pekerjanya untuk dibantu dan didampingi dalam menyelesaikan perselisihannya. Namun sejauh apa advokasi serikat pekerja saat terjadi PHK sepihak? Mari simak pembahasannya berikut ini.
Sejauh Mana Peran Serikat Pekerja?
Belakangan ini, hangat perbincangan usaha serikat pekerja yang mengadvokasi anggotanya karena PHK sepihak. Dalam satu pernyataan surat advokasinya menyatakan bahwa perusahaan belum menyepakati PHK sepihak dengan serikat pekerja. Apakah benar serikat pekerja memiliki fungsi untuk menyepakati PHK anggotanya?
Sebagaimana yang sudah kita pahami bahwa peristiwa PHK adalah peristiwa yang terjadi kepada dua pihak yaitu pengusaha dan pekerja. Kesepakatan-kesepakatan yang disepakati tentunya juga datang dari pengusaha dan pekerja bukan dengan serikat pekerja. Adapun peranan serikat pekerja yang diberikan oleh undang-undang adalah mengetahui terkait peristiwa PHK yang dialami oleh anggotanya sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2021. Dengan demikian serikat pekerja tidak memiliki fungsi menyepakati terjadinya PHK pekerja yang menjadi anggotanya.
Lalu, bagaimana peranan serikat pekerja dalam peristiwa PHK sepihak? Peran yang diberikan oleh undang-undang kepada serikat pekerja saat terjadi PHK adalah peran untuk mengetahui. Serikat pekerja berhak menerima surat pemberitahuan untuk mengetahui apakah tata cara dan hak yang timbul akibat PHK sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jika ternyata PHK bertentangan dengan peraturan maka serikat pekerja dapat melaksanakan fungsi advokasinya dalam mendampingi pekerja pada proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Tim Penulis MIP Lawfirm